Rorimpandey, didampingi anggota BPD Dany Sompie, menyatakan bahwa laporan yang ditujukan kepada Hukum Tua Fredrik Longdong ke APH tidak diakui secara institusional.
"Laporan ini murni inisiatif pribadi oknum BPD. Seluruh kepengurusan BPD resmi tidak pernah membahas atau menyetujui pelaporan ini. Kami justru sedang merencanakan pertemuan dengan Hukum Tua untuk klarifikasi," tegas Rorimpandey.
Ia menambahkan, selama ini tidak ditemukan indikasi pelanggaran anggaran desa seperti yang dituduhkan. "Jika ada bukti konkret, kami pasti akan ambil langkah tegas. Tapi faktanya, laporan ini terkesan dipaksakan," tambahnya.
Fredrik Longdong, Hukum Tua Desa Pinilih, mengaku siap menghadapi proses hukum namun menegaskan bahwa laporan tersebut tidak berdasar.
"Contohnya pada 2021, dana padat karya dialokasikan untuk penyertaan modal BUMDes, dan itu sudah diverifikasi. Bahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat pada 2024 tidak menemukan penyimpangan," jelas Longdong.
Ia menilai laporan ini mengarah pada motif politis pribadi. "Mengapa baru dilaporkan sekarang setelah empat tahun? Ini terkesan diada-adakan untuk menjatuhkan reputasi saya," ucapnya.
Wakil Ketua BPD Pinilih, Marthen Mengi, sebelumnya menyebut laporan mencakup dugaan penyalahgunaan dana desa selama empat tahun (2021-2024). Namun, Longdong membantahnya dengan menunjukkan dokumen audit Inspektorat yang menyatakan tidak ada temuan pelanggaran. "Semua alokasi dana transparan dan tercatat resmi. Masyarakat bisa mengecek langsung," tegasnya.
Meski menolak laporan tersebut, Longdong mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa. "Kami terbuka untuk kritik konstruktif, bukan laporan fiktif yang merusak harmonisasi desa," ujarnya.(ayi)