Suasana sidang di PN Manado Rabu, 24 September 2025. |
Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Achmad Peten Sili bersama hakim anggota Kusnanto dan Iryanto, JPU menghadirkan saksi-saksi dari unsur birokrasi dan legislatif. Mereka adalah Femi Suluh (mantan Kaban BKAD sekaligus mantan Sekretaris TPAD Pemprov Sulut), Praseno Hadi (mantan Inspektorat Pemprov Sulut), Olvie Aten, Kadis Pendapatan dan Sekretaris DPRD Sulut Sandara Moniaga, serta Fransiscus Andi Silangen (Ketua DPRD Sulut), Widya (PPTK), dan Silvia (staf Kesra).
Namun, fakta persidangan menunjukkan mayoritas saksi tidak mampu memberikan keterangan yang relevan terkait tuduhan penyalahgunaan hibah. Bahkan, ketika ditanya soal tupoksi belanja daerah, keterkaitan hibah dengan pendapatan daerah, hingga kemampuan keuangan daerah, jawaban yang muncul cenderung normatif dan tidak menyentuh inti perkara.
Lebih mengejutkan, seluruh saksi yang dihadirkan mengaku tidak mengetahui jika Pdt. Hein Arina dijadikan tersangka dan kini terdakwa dalam kasus ini. Kondisi itu semakin menguatkan dugaan bahwa dakwaan JPU tidak memiliki dasar kuat.
Kuasa hukum terdakwa menilai jalannya persidangan sarat dengan indikasi kriminalisasi dan salah tafsir hukum. “Tujuh saksi hadir, tapi tidak ada satu pun yang memberi keterangan memberatkan klien kami. Ini semakin memperjelas dakwaan lemah dan terkesan dipaksakan,” tegas tim pengacara usai sidang.
Gelombang reaksi publik, khususnya warga GMIM, mulai menguat. Banyak yang menilai bahwa proses persidangan ini justru menyeret nama gereja dalam pusaran hukum tanpa landasan yang jelas. “Sidang ini terasa seperti ada permainan yang merugikan nama baik gereja,” ungkap salah satu jemaat usai mengikuti persidangan.
Sebelum menutup sidang Ketua Majelis menginformasikan sidang berikutnya akan dilaksnakan dua kali seminggu mulai pekan depan Senin dan Rabu.(ayi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar