WHAT’S HOT NOW

ads header

Senin, September 15, 2025

Santrawan Paparang Ragukan Keterangan Saksi di Sidang; PH Margaretha Makalew Keukeh Dakwaan Pasal 263 Kepada Klienya Pasal Cangkokan.

Suasana sidang kedua lanjutan kasus tanah dengan terdakwa Margareta Makalew di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (15/09/2025). 


MANADO -- Kuasa hukum terdakwa, Margaretha Makalew dengan tegas membantah dalil Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait bukti berita acara eksekusi tanah yang rencananya akan diajukan di sidang berikutnya.

 


Hal ini disampaikan DR Santrawan T Paparang.,SH.,MH.,M.Kn dalam sidang lanjutan kasus tanah terdakwa Margareta Makalew di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (15/09/2025). 


Dihadapan Ketua Majelis Hakim Yance Patiran, dengan hakim anggota Mariani dan Ronald Masang, dalam sidang dengan agenda memeriksa saksi, Paparang  bersama rekan PH Hanafi Saleh, SH., menyebutkan bahwa bukti tersebut sebenarnya sudah pernah dipertimbangkan dalam putusan perdata nomor 559. 


"Dalam amar putusan itu sudah jelas disebut status tanah yang menjadi objek sengketa. Dan Itu sudah terang benderang secara hukum, sehingga akan kami ajukan kembali sebagai bukti tambahan,” tegas Santrawan di hadapan majelis. 


Dalam sidang lanjutan ini, satu dari dua saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejati Sulut (Lily Muaya, SH. dan Laura Tombokan, SH.), sempat diprotes PH dari tredakwa Margaretha Makalew karena saksi yang diajukan masih ada hubungan saudara yakni Rimbet Sengken Rotinsulu – pensiunan PNS sekaligus kakak terdakwa dan Valentino Boyo alias Tino – karyawan swasta asal Jakarta. 


Mendapat protes Majelis hakim pun sempat bermusyawarah, namun akhirnya memutuskan tetap mengambil sumpah dan janji terhadap saksi. 


Dalam keterangan kesaksianya Valentino Boyo alias Tino menyebutkan sempat melihat “Ada Baliho ditas tanah" yang disengketakan. Ia mengaku pernah melihat sebuah baliho dipasang di area tanah yang kini diklaim sebagai milik keluarga Budi Gunawan, tempat dirinya bekerja sebagai sopir. 


Menurut Tino, terdakwa Margareta berulang kali menyampaikan bahwa tanah tersebut adalah miliknya yang “dirampas” oleh keluarga Gunawan. 


Namun, ketika JPU bertanya apakah saksi mengetahui adanya eksekusi resmi atas tanah tersebut, Tino mengaku tidak tahu. 


Lebih jauh, Tino juga menyinggung bahwa ayahnya yang pernah menjabat sebagai kepala desa pernah mengatakan tanah keluarga Margareta sudah dijual sejak lama. 


“Setahu saya, tanah itu sudah dieksekusi tahun 1977,” ungkap Tino, yang langsung mendapat sanggahan keras dari kuasa hukum Hanafi Saleh. 


Perdebatan sempat Panas Soal Bukti Tanah Asli atau Palsu. Ketika JPU mempertanyakan apakah saksi bisa menunjukkan bukti surat tanah asli maupun palsu, Sastrawan Paparang langsung bereaksi keras. 


“Harusnya dokumen itu tidak bisa serta-merta disebutkan asli atau palsu tanpa pembanding. Harusnya dokumenya itu diuji dulu secara hukum,” protes Santrawan. 


Di sisi lain, saksi lainnya menimpali bahwa tanah yang disengketakan sejatinya sudah dijual oleh keluarga Margareta kepada keluarga Ko Dharma Gunawan, sehingga menurutnya tidak ada lagi masalah. 


Menanggapi keterangan saksi, Sastrawan menilai keterangan saksi penuh kejanggalan. Dan Kuasa Hukum terdakwa ini menegaskan Pasal 263 KUHP  adalah pasal cangkokan. 


Senada, PH Hanafi Saleh menilai bahwa pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang dituduhkan kepada Margareta hanyalah “pasal cangkokan”. 


“Perkara pokok yang sebenarnya adalah penyerobotan tanah, bukan pemalsuan surat. Karena itu, tuduhan pemalsuan surat jelas dipaksakan,” tegas Hanafi.(ayi) 


Diberitakan sebelumnya dakwaan JPU terhadap klien mereka akan mereka adukan ke instansi terkait.Baca: link berita ini.https://www.manadoinside.id/2025/09/sidang-margaretha-makalew-ph.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Utama

5
» » Santrawan Paparang Ragukan Keterangan Saksi di Sidang; PH Margaretha Makalew Keukeh Dakwaan Pasal 263 Kepada Klienya Pasal Cangkokan.

Suasana sidang kedua lanjutan kasus tanah dengan terdakwa Margareta Makalew di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (15/09/2025). 


MANADO -- Kuasa hukum terdakwa, Margaretha Makalew dengan tegas membantah dalil Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait bukti berita acara eksekusi tanah yang rencananya akan diajukan di sidang berikutnya.

 


Hal ini disampaikan DR Santrawan T Paparang.,SH.,MH.,M.Kn dalam sidang lanjutan kasus tanah terdakwa Margareta Makalew di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (15/09/2025). 


Dihadapan Ketua Majelis Hakim Yance Patiran, dengan hakim anggota Mariani dan Ronald Masang, dalam sidang dengan agenda memeriksa saksi, Paparang  bersama rekan PH Hanafi Saleh, SH., menyebutkan bahwa bukti tersebut sebenarnya sudah pernah dipertimbangkan dalam putusan perdata nomor 559. 


"Dalam amar putusan itu sudah jelas disebut status tanah yang menjadi objek sengketa. Dan Itu sudah terang benderang secara hukum, sehingga akan kami ajukan kembali sebagai bukti tambahan,” tegas Santrawan di hadapan majelis. 


Dalam sidang lanjutan ini, satu dari dua saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejati Sulut (Lily Muaya, SH. dan Laura Tombokan, SH.), sempat diprotes PH dari tredakwa Margaretha Makalew karena saksi yang diajukan masih ada hubungan saudara yakni Rimbet Sengken Rotinsulu – pensiunan PNS sekaligus kakak terdakwa dan Valentino Boyo alias Tino – karyawan swasta asal Jakarta. 


Mendapat protes Majelis hakim pun sempat bermusyawarah, namun akhirnya memutuskan tetap mengambil sumpah dan janji terhadap saksi. 


Dalam keterangan kesaksianya Valentino Boyo alias Tino menyebutkan sempat melihat “Ada Baliho ditas tanah" yang disengketakan. Ia mengaku pernah melihat sebuah baliho dipasang di area tanah yang kini diklaim sebagai milik keluarga Budi Gunawan, tempat dirinya bekerja sebagai sopir. 


Menurut Tino, terdakwa Margareta berulang kali menyampaikan bahwa tanah tersebut adalah miliknya yang “dirampas” oleh keluarga Gunawan. 


Namun, ketika JPU bertanya apakah saksi mengetahui adanya eksekusi resmi atas tanah tersebut, Tino mengaku tidak tahu. 


Lebih jauh, Tino juga menyinggung bahwa ayahnya yang pernah menjabat sebagai kepala desa pernah mengatakan tanah keluarga Margareta sudah dijual sejak lama. 


“Setahu saya, tanah itu sudah dieksekusi tahun 1977,” ungkap Tino, yang langsung mendapat sanggahan keras dari kuasa hukum Hanafi Saleh. 


Perdebatan sempat Panas Soal Bukti Tanah Asli atau Palsu. Ketika JPU mempertanyakan apakah saksi bisa menunjukkan bukti surat tanah asli maupun palsu, Sastrawan Paparang langsung bereaksi keras. 


“Harusnya dokumen itu tidak bisa serta-merta disebutkan asli atau palsu tanpa pembanding. Harusnya dokumenya itu diuji dulu secara hukum,” protes Santrawan. 


Di sisi lain, saksi lainnya menimpali bahwa tanah yang disengketakan sejatinya sudah dijual oleh keluarga Margareta kepada keluarga Ko Dharma Gunawan, sehingga menurutnya tidak ada lagi masalah. 


Menanggapi keterangan saksi, Sastrawan menilai keterangan saksi penuh kejanggalan. Dan Kuasa Hukum terdakwa ini menegaskan Pasal 263 KUHP  adalah pasal cangkokan. 


Senada, PH Hanafi Saleh menilai bahwa pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang dituduhkan kepada Margareta hanyalah “pasal cangkokan”. 


“Perkara pokok yang sebenarnya adalah penyerobotan tanah, bukan pemalsuan surat. Karena itu, tuduhan pemalsuan surat jelas dipaksakan,” tegas Hanafi.(ayi) 


Diberitakan sebelumnya dakwaan JPU terhadap klien mereka akan mereka adukan ke instansi terkait.Baca: link berita ini.https://www.manadoinside.id/2025/09/sidang-margaretha-makalew-ph.html?m=1

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply