Keluarga Ivan Miracle Duga Kriminalisasi: Kasus PKDRT yang Sudah SP3 Dibuka Lagi oleh Penyidik Polresta Manado

Foto kanan: Royke Taroreh, juru bicara keluarga IM alias Ivan
MANADO — Dugaan kriminalisasi hukum mencuat dalam kasus yang menimpa Ivan Miracle (IM), setelah penyidik Polresta Manado kembali membuka perkara dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) psikis, padahal kasus tersebut telah dihentikan penyidikannya melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) berdasarkan hasil gelar perkara No.932/2024 pada 15 Agustus 2024.
Keluarga IM melalui juru bicara Royke Tarore.,SH, bersama Tim Kuasa Hukum IM yakni Advokat Franky Eferhard Onibala, S.H dan Tansje Mantiri, S.H, menilai langkah penyidik membuka kembali kasus dengan pasal yang sama merupakan bentuk pelanggaran hukum dan dugaan kriminalisasi terhadap klien mereka.
“Untuk kesekian kalinya, klien kami ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal yang sama, yakni Pasal 45 ayat (1) UU No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT, padahal kasus ini sudah dinyatakan tidak cukup bukti dan telah dihentikan secara resmi lewat SP3,” tegas Onibala baru baru ini.
Kasus dugaan KDRT psikis terhadap IM bermula sejak tahun 2022, setelah adanya laporan dari pihak keluarga pelapor yang juga merupakan mantan istri IM. Namun, laporan tersebut dinilai lemah secara formil dan materil, hingga berujung perdamaian melalui mekanisme Restorative Justice.
Pada tahun 2023, laporan baru kembali muncul dengan tuduhan penyekapan terhadap anak dan istri, namun hasil pemeriksaan menyatakan tidak ada kekerasan fisik maupun penyekapan, hanya dugaan kekerasan psikis tanpa bukti konkret. Berdasarkan hasil itu, penyidik mengeluarkan SP3 No.54/VII/2024/Reskrim Manado karena tidak cukup bukti.
“Kalau mau buka kasus kembali, seharusnya pihak pelapor ajukan pra peradilan, bukan penyidik yang memaksakan diri membuka kasus lama,” tmbah Onibala.
Anehnya status tersangka kembali naik tanpa dasar. Buktinya, meski telah dihentikan, pada 30 Juli 2025, penyidik kembali menaikkan laporan yang sama dan kembali menetapkan IM sebagai tersangka tanpa berita acara gelar perkara.
Lebih parah lagi, pada 20 Oktober 2025, IM ditahan tanpa surat perintah penahanan yang sah, tanpa surat dari jaksa, dan tanpa pemberitahuan kepada keluarga.
“Ini jelas bentuk penyalahgunaan wewenang dan diskriminasi hukum. Penahanan dilakukan tanpa alat bukti yang sah seperti visum, dan tanpa prosedur pemberitahuan kepada keluarga,” kata Tansje Mantiri.
Tim kuasa hukum IM juga menegaskan bahwa perkara ini telah diuji melalui pra peradilan di PN Manado dengan putusan No.19/Pid.Pra/2025/PN.Mnd tanggal 22 September 2025, di mana hakim mengabulkan seluruh permohonan IM dan menyatakan penetapan tersangka sebelumnya tidak sah secara hukum.
Namun ironisnya, dua minggu pasca putusan pra peradilan, penyidik justru menerbitkan kembali surat penyidikan dengan alasan adanya “bukti tambahan” yang hingga kini tidak pernah ditunjukkan.
“Kami hanya diberitahu secara lisan bahwa ada hasil forensik dari Jakarta. Tapi sampai hari ini tidak pernah ada dokumen resmi atau hasil pemeriksaan yang kami terima,” ungkap Royke Tarore.,SH juru bicara keluarga IM.
Pihak keluarga menilai, pembukaan kembali perkara yang sama bukan semata persoalan hukum, melainkan ada tekanan dan kepentingan tertentu di baliknya.
“Kasus ini sudah jelas dinyatakan tidak memenuhi unsur. Tapi tetap dipaksakan untuk dinaikkan lagi. Ini sudah bukan proses hukum yang sehat, ini kriminalisasi,” tegas Royke.
Keluarga IM mendesak Kapolda Sulawesi Utara meninjau ulang langkah penyidik Polresta Manado dan memastikan proses hukum dijalankan secara objektif, transparan, dan bebas dari intervensi pribadi maupun kepentingan kelompok.(ayi)
0 Response to "Keluarga Ivan Miracle Duga Kriminalisasi: Kasus PKDRT yang Sudah SP3 Dibuka Lagi oleh Penyidik Polresta Manado"
Posting Komentar