-->
 Izin Belum Dicabut, Tambang Disita? PT HWR Buka Suara Soal Polemik Ratatotok

Izin Belum Dicabut, Tambang Disita? PT HWR Buka Suara Soal Polemik Ratatotok

Foto kanan: Ketua KNM Koorwil Indonesia Tengah Jhon Pade

MANADO
– PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) akhirnya angkat bicara merespons polemik publik terkait legalitas perizinan dan aktivitas pertambangan di wilayah Ratatotok, Kota Manado. Perusahaan menegaskan, hingga kini status izin usaha pertambangan mereka masih dalam proses perpanjangan dan belum pernah dinyatakan dicabut secara resmi oleh pemerintah.

Konsultan Pertambangan PT HWR, Adrianus Tinungki, menjelaskan bahwa permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah diajukan sebelum November 2024, sesuai aturan yang mewajibkan pengajuan paling lambat satu tahun sebelum masa izin berakhir pada 29 November 2025.

“Permohonan sudah masuk dan telah melalui tiga kali evaluasi di Kementerian ESDM. Sampai hari ini memang belum ada keputusan final, tapi itu wajar mengingat beban administrasi di kementerian,” ujar Tinungki kepada wartawan, Senin (22/12/2024).

Ia menegaskan, secara hukum, izin pertambangan tidak otomatis gugur selama belum ada Surat Keputusan resmi Menteri ESDM yang menyatakan penghentian atau pencabutan izin.

“Selama belum ada keputusan penolakan atau pencabutan, maka status izin masih berproses. Itu prinsip dasar administrasi negara,” tegasnya.

Menjawab isu Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), Tinungki menyebut persoalan tersebut muncul akibat perubahan kebijakan pemerintah yang semula mengatur RKAB tiga tahunan menjadi tahunan.

Perubahan berulang ini membuat perusahaan harus menyesuaikan ulang dokumen yang telah disusun.

RKAB periode 2024–2026 sempat diajukan, namun kemudian diminta menyesuaikan menjadi 2025–2027, sebelum akhirnya kembali diubah menjadi RKAB tahunan.

“RKAB itu rencana kerja, bukan dasar eksistensi izin. Jadi tidak bisa serta-merta menyimpulkan izin tambang tidak ada hanya karena RKAB belum disahkan,” jelasnya.

Terkait aktivitas di lapangan, PT HWR menegaskan belum menjalankan kegiatan penambangan komersial. Hal tersebut, menurut Tinungki, sejalan dengan hasil pengecekan aparat penegak hukum yang turun langsung ke lokasi.

Berdasarkan dokumen Feasibility Study (FS), metode penambangan direncanakan menggunakan sistem peledakan dan pengolahan Carbon in Leach (CIL). Namun hingga kini, fasilitas peledakan maupun instalasi CIL belum tersedia.

“Kalau ada aktivitas, itu sebatas uji coba atau commissioning terbatas, bukan produksi penuh,” tandasnya.

Ketua KNM Korwil Indonesia Tengah, Jhon Pande, menilai penanganan kasus PT HWR seharusnya ditempatkan dalam konteks administratif, bukan langsung represif.

“Tindakan penyitaan dan penyegelan seharusnya dilakukan dengan koordinasi Gakkumdu. Tidak bisa satu institusi berjalan sendiri seolah semua kewenangan ada di tangan mereka,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak perusahaan tambang di Indonesia mengalami keterlambatan perpanjangan izin akibat panjangnya birokrasi di pusat.

“Kalau izin belum diputuskan ditolak atau dicabut, statusnya masih berproses. Tidak bisa langsung dilabeli ilegal, apalagi dijadikan dasar penyitaan besar-besaran,” ujar Jhon.

Menurutnya, polemik tambang Ratatotok bukan kasus tunggal dan perlu ditangani secara objektif, proporsional, dan berbasis hukum, bukan tekanan opini semata.(ayi)

0 Response to " Izin Belum Dicabut, Tambang Disita? PT HWR Buka Suara Soal Polemik Ratatotok"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel