WHAT’S HOT NOW

ads header
Tampilkan postingan dengan label bolmong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bolmong. Tampilkan semua postingan

Senin, Juli 28, 2025

PETI OBOY: Segelintir Untung, Lingkungan Tumbal — APH Diduga Tutup Mata

Foto:(Ist)


BOLMONG, manadoinside.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah perkebunan Oboy, Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), semakin menggila. Keberadaan investor luar daerah yang datang dengan alat berat jenis excavator untuk mengeruk isi perut bumi, menandai ekspansi masif tanpa mengindahkan regulasi hukum. 


Hasil investigasi wartawan manadoinside.id pada Jumat, 25 Juli 2025, mengungkap bahwa kegiatan eksploitasi emas di lokasi tersebut dilakukan tanpa dokumen resmi berupa Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Mirisnya, para cukong dan pemodal tampak leluasa beroperasi, seolah mendapat perlindungan dari “tangan tak terlihat”. 


Masyarakat menilai bahwa lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran dari aparat penegak hukum (APH) menjadi pemicu suburnya aktivitas ilegal ini. Isu yang beredar bahkan menyebut bahwa pelaku PETI telah menjalin koordinasi dengan oknum tertentu di lingkup APH, sehingga penindakan tak kunjung dilakukan. 


Tak hanya melanggar hukum, aktivitas PETI Oboy juga mengancam keberlangsungan lingkungan. Metode open pit yang digunakan disinyalir memanfaatkan zat kimia berbahaya seperti karbon, kapur, dan sianida, yang berpotensi mencemari tanah, air, bahkan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. 


“Ini bukan hanya soal tambang ilegal, ini soal masa depan ekosistem dan nasib generasi mendatang,” ucap seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. 


Lebih dari itu, keuntungan tambang ilegal ini hanya dirasakan oleh segelintir pihak: pemilik lahan, pemodal, dan kelompok pekerja tertentu. Negara kehilangan potensi pendapatan, sementara masyarakat luas menanggung risiko jangka panjang berupa kerusakan lingkungan yang tak ternilai. 


Padahal, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, secara tegas melalui Pasal 158 menyebut bahwa: 


"Setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP, IUPK, IPR atau izin lain) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)."




Namun sayang, ancaman hukum ini seakan tak bergigi di hadapan aktivitas PETI Oboy yang terus berjalan dengan bebas. 


Pemerintah daerah, dinas terkait, dan aparat penegak hukum diharapkan tidak menutup mata. Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat dibutuhkan, bukan hanya demi supremasi hukum, tetapi demi melindungi hak hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan Bolmong.(Fandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, Juli 18, 2025

PETI Berkedok Bisnis? Ko Alvin Diduga Tambang Emas Ilegal di Tolondadu, Ada WNA China & Bahan Kimia Berbahaya!

Lokasi yang diduga dijadikan aktivitas tambang illegal.


BOLSEL,
manadoinside.id — Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) kembali mencuat di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), tepatnya di Desa Tolondadu Satu, Kecamatan Bolaang Uki. Lokasi yang tampak sepi itu rupanya menyimpan jejak aktivitas pertambangan ilegal yang mengkhawatirkan. 


Tim wartawan yang melakukan investigasi lapangan pada Kamis, 17 Juli 2025, menemukan indikasi kuat adanya praktik PETI yang diduga dikendalikan oleh seorang cukong bernama Ko Alvin. 


Di lokasi ditemukan empat bak besar rendaman berisi sisa pengolahan tanah mengandung emas. Proses pemurnian diduga menggunakan zat kimia berbahaya seperti sianida, kapur, dan karbon, yang berisiko mencemari lingkungan sekitar. 


Tak hanya itu, tampak juga bekas galian excavator di bukit sekitar lokasi, menguatkan dugaan bahwa alat berat sempat beroperasi di sana namun kini disembunyikan—diduga untuk menghindari razia aparat. 


Yang mengejutkan, di area kamp pekerja sederhana berbahan kayu, tim menemukan seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China. Saat dikonfirmasi melalui aplikasi penerjemah, pria yang mengaku bernama Ping tersebut mengatakan bahwa Ko Alvin sedang ke kota. Keberadaan WNA ini memunculkan tanda tanya, terutama soal legalitas izin tinggalnya, yang diduga hanya menggunakan visa wisata. 


Sejumlah warga sekitar yang sedang berkebun tak jauh dari lokasi PETI juga membenarkan bahwa tambang ini telah lama beroperasi dan aktivitas alat berat sempat intens dilakukan beberapa minggu terakhir. Namun, alat berat itu kini hilang bak ditelan bumi—diduga disembunyikan secara sistematis untuk menghindari operasi aparat penegak hukum (APH). 


Ironisnya, aktivitas PETI yang terang-terangan ini justru tak tersentuh hukum. Tak ada penindakan dari aparat desa, kepolisian, maupun dinas lingkungan hidup. Seolah-olah tambang emas ilegal ini mendapat "restu diam-diam" dari pihak-pihak yang seharusnya menjaga hukum dan lingkungan. 


Padahal, aktivitas seperti ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku PETI hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. 


Tak hanya soal pelanggaran hukum, kerusakan lingkungan dan potensi konflik sosial akibat aktivitas ilegal ini sangat nyata. Negara dirugikan, masyarakat terancam, namun pelaku masih melenggang.

Ada apa dengan Tolondadu? Mengapa Ko Alvin seolah kebal hukum?.(fandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Utama

5

PETI OBOY: Segelintir Untung, Lingkungan Tumbal — APH Diduga Tutup Mata

Foto:(Ist)


BOLMONG, manadoinside.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah perkebunan Oboy, Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), semakin menggila. Keberadaan investor luar daerah yang datang dengan alat berat jenis excavator untuk mengeruk isi perut bumi, menandai ekspansi masif tanpa mengindahkan regulasi hukum. 


Hasil investigasi wartawan manadoinside.id pada Jumat, 25 Juli 2025, mengungkap bahwa kegiatan eksploitasi emas di lokasi tersebut dilakukan tanpa dokumen resmi berupa Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Mirisnya, para cukong dan pemodal tampak leluasa beroperasi, seolah mendapat perlindungan dari “tangan tak terlihat”. 


Masyarakat menilai bahwa lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran dari aparat penegak hukum (APH) menjadi pemicu suburnya aktivitas ilegal ini. Isu yang beredar bahkan menyebut bahwa pelaku PETI telah menjalin koordinasi dengan oknum tertentu di lingkup APH, sehingga penindakan tak kunjung dilakukan. 


Tak hanya melanggar hukum, aktivitas PETI Oboy juga mengancam keberlangsungan lingkungan. Metode open pit yang digunakan disinyalir memanfaatkan zat kimia berbahaya seperti karbon, kapur, dan sianida, yang berpotensi mencemari tanah, air, bahkan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. 


“Ini bukan hanya soal tambang ilegal, ini soal masa depan ekosistem dan nasib generasi mendatang,” ucap seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. 


Lebih dari itu, keuntungan tambang ilegal ini hanya dirasakan oleh segelintir pihak: pemilik lahan, pemodal, dan kelompok pekerja tertentu. Negara kehilangan potensi pendapatan, sementara masyarakat luas menanggung risiko jangka panjang berupa kerusakan lingkungan yang tak ternilai. 


Padahal, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, secara tegas melalui Pasal 158 menyebut bahwa: 


"Setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP, IUPK, IPR atau izin lain) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)."




Namun sayang, ancaman hukum ini seakan tak bergigi di hadapan aktivitas PETI Oboy yang terus berjalan dengan bebas. 


Pemerintah daerah, dinas terkait, dan aparat penegak hukum diharapkan tidak menutup mata. Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat dibutuhkan, bukan hanya demi supremasi hukum, tetapi demi melindungi hak hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan Bolmong.(Fandi)

PETI Berkedok Bisnis? Ko Alvin Diduga Tambang Emas Ilegal di Tolondadu, Ada WNA China & Bahan Kimia Berbahaya!

Lokasi yang diduga dijadikan aktivitas tambang illegal.


BOLSEL,
manadoinside.id — Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) kembali mencuat di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), tepatnya di Desa Tolondadu Satu, Kecamatan Bolaang Uki. Lokasi yang tampak sepi itu rupanya menyimpan jejak aktivitas pertambangan ilegal yang mengkhawatirkan. 


Tim wartawan yang melakukan investigasi lapangan pada Kamis, 17 Juli 2025, menemukan indikasi kuat adanya praktik PETI yang diduga dikendalikan oleh seorang cukong bernama Ko Alvin. 


Di lokasi ditemukan empat bak besar rendaman berisi sisa pengolahan tanah mengandung emas. Proses pemurnian diduga menggunakan zat kimia berbahaya seperti sianida, kapur, dan karbon, yang berisiko mencemari lingkungan sekitar. 


Tak hanya itu, tampak juga bekas galian excavator di bukit sekitar lokasi, menguatkan dugaan bahwa alat berat sempat beroperasi di sana namun kini disembunyikan—diduga untuk menghindari razia aparat. 


Yang mengejutkan, di area kamp pekerja sederhana berbahan kayu, tim menemukan seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China. Saat dikonfirmasi melalui aplikasi penerjemah, pria yang mengaku bernama Ping tersebut mengatakan bahwa Ko Alvin sedang ke kota. Keberadaan WNA ini memunculkan tanda tanya, terutama soal legalitas izin tinggalnya, yang diduga hanya menggunakan visa wisata. 


Sejumlah warga sekitar yang sedang berkebun tak jauh dari lokasi PETI juga membenarkan bahwa tambang ini telah lama beroperasi dan aktivitas alat berat sempat intens dilakukan beberapa minggu terakhir. Namun, alat berat itu kini hilang bak ditelan bumi—diduga disembunyikan secara sistematis untuk menghindari operasi aparat penegak hukum (APH). 


Ironisnya, aktivitas PETI yang terang-terangan ini justru tak tersentuh hukum. Tak ada penindakan dari aparat desa, kepolisian, maupun dinas lingkungan hidup. Seolah-olah tambang emas ilegal ini mendapat "restu diam-diam" dari pihak-pihak yang seharusnya menjaga hukum dan lingkungan. 


Padahal, aktivitas seperti ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku PETI hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. 


Tak hanya soal pelanggaran hukum, kerusakan lingkungan dan potensi konflik sosial akibat aktivitas ilegal ini sangat nyata. Negara dirugikan, masyarakat terancam, namun pelaku masih melenggang.

Ada apa dengan Tolondadu? Mengapa Ko Alvin seolah kebal hukum?.(fandi)